Kutipan-kutipan dari Novel “Negeri 5 Menara” karya A. Fuadi

Standard

Halaman 0
“Orang berilmu dan beradab tidak akan diam di kampung halaman
Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang
Merantaulah, kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan
Berlelah-lelah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang

Aku melihat air menjadi rusak karena diam tertahan
Jika mengalir menjadi jernih, jika tidak, kan keruh menggenang

Singa jika tak tinggalkan sarang tak akan dapat mangsa
Anak panah jika tidak tinggalkan busur tak akan kena sasaran

Jika matahari di orbitnya tidak bergerak dan terus diam
Tentu manusia bosan padanya dan enggan memandang

Bijih emas bagaikan tanah biasa sebelum digali dari tambang
Kayu gaharu tak ubahnya seperti kayu biasa jika di dalam hutan
-Imam Syafii-

Halaman 35
“Menurut Pak Kiai kamu, pendidikan Pondok Madani (PM) tidak membedakan agama dan non-agama. Semuanya satu dan semuanya berhubungan. Agama langsung dipraktekkan dalam kegiatan sehari-hari. Di Madani, agama adalah oksigen, dia ada di mana-mana.”

Halaman 41
man jadda wajada. Siapa yang bersungguh-sungguh, akan berhasil!… Inilah pelajaran hari pertama kami di PM. Kata mutiara sederhana tapi kuat. Yang menjadi kompas kehidupan kami kelak.”

Halaman 50
“Menuntut ilmu di PM bukan buat gagah-gagahan dan bukan biar bisa bahasa asing. Tapi menuntut ilmu karena TUhan semata. Karena itulah kalian tidak akan kami beri ijazah, tidak akan kami beri ikan tapi akan mendapat ilmu dan kail. Kami, para ustad, ikhlas mendidik kalian dan kalian ikhlaskan pula niat untuk mau dididik” –Kiai Rais-

Halaman 78
Aku sempat bimbang, kenapa orang diajar menjadi seorang whistle blower?
“Sekarang semakin banyak orang semakin tak acuh dengan kebobrokan di sekitar mereka. Metode jasus adalah membangkitkan semangat untuk aware dengan ketidak beresan di masyarakat. Penyimpangan harus diluruskan… Katakanlah kebenaran walaupun itu pahit. Ini adalah self correction, untuk memberikan efek jera. Dan yang paling penting, memastikan semua warga PM sadar sesadar-sadarnya, bahwa jangan pernah meremehkan aturan yang sudah dibuat. Sekecil apapun , itulah aturan dan aturan ada untuk ditaati.”

Halaman 106
“Jangan risaukan penderitaan hari ini, jalani saja dan lihatlah apa yang akan terjadi di depan. Karena yang kita tuju bukan sekarang, tapi ada yang lebih besar dan prinsipil, yaitu menjadi manusia yang telah menemukan misinya dalam hidup… Misi yang dimaksud adalah ketika kalian melakukan sesuatu hal positif dengan kualitas sangat tinggi dan di saat yang sama menikmati prosesnya. .. Carilah misi kalian masing-masing. Mungkin misi kalian adalah belajar Al-Quran, mungkin menjadi orator, mungkin membaca puisi, mungkin menulis, mungkin apa saja. Temukan dan semoga kalian menjadi orang yang berbahagia “

Halaman 112
“Sejarah bukan seni bernostalgia, tapi sejarah adalah ibrah, pelajaran, yang bisa kita tarik ke masa sekarang, untuk mempersiapkan masa depan yang lebih baik”

Halaman 139
“Tapi ini kan hanya masalah kecil, Cuma pelajaran kesenian,” bela Ayah.
“Justru karena ini hal kecil. Jangan sampai dia meremehkan suatu hal, sekecil apapun. Semua pilihan hidupnya ada konsekuensi, walau hanya sekadar pelajaran kesenian…”
“Tapi kan dia baru 6 tahun.”
“Justru malah dari usia ini kita didik dia.”

Halaman 157
“…Memang SMA itu masa yang indah… Kita Cuma agak stress kalau mau ujian saja. Selebihnya adalah bermain. Kalau di PM, setiap hari kita seperti ujian… Tapi yang indah bukan berarti masa yang paling berguna untuk mempersiapkan mental dan kepribadian kita.”

Halaman 253
“Karena saya tidak punya tanah, yang saya wakafkan adalah diri saya sendiri saja.”
“Artinya?”
“Semuanya. Semua waktu, pikiran, dan tenaga saya, saya serahkan hanya untuk PM. Tidak ada kepentingan pribadi, tidak ada harapan untuk dapat imbalan dunia, tidak gaji, tidak rumah, tidak segala-galanya. Semuanya ikhlas hanya ibadah dan pengabdian pada Allah… Bukankah di Al-Quran disebutkan bahwa manusia diciptakan untuk mengabdi?”

Halaman 296
“Jiwa keikhlasan dipertontonkan setiap hari di PM. Guru-guru kami yang tercinta dan hebat-hebat sama sekali tidak menerima gaji untuk mengajar. Mereka semua tinggal di dalam PM dan diberi fasilitas hidup yang cukup, tapi tidak ada gaji. Dengan tidak adanya ekspektasi gaji dari semenjak awal, niat mereka menjadi khalis. Megajar hanya karena ibadah, karena perintah Tuhan. Titik.
Begitu niat ikhlas terganggu, seorang guru biasanya merasakannya dan langsung mengundurkan diri. Akibat seleksi ikhlas itu, semua guru dan kiai punya tingkat keikhlasan yang terjaga tinggi yang artinya juga energy tertinggi. Dalam ikhlas, sama sekali tidak ada transaksi yang merugi. Nothing to lose. Semuanya dikerjakan all-out dengan mutu terbaik, karena mereka tahu, cukuplah Tuhan sendiri yang membalas semuanya. Tidak ada transfer duit dan materi di PM. Hanya transfer amal, doa dan pahala. Indah sekali.”

Halaman 405
“Negaraku surgaku, bila tiba waktunya, kita wajib pulang mengamalkan ilmu, memajukan bangsa kita”

Leave a comment